-118- Kebiasaan Kita

Bismillah.

dscn2906

Happy Ied…

Selamat Raya semua…

Tahun ini korban apa? *boleh dong ikut-ikutan yang lagi musim 😛 *

Emang apa kebiasaan kita? Kok bawa-bawa kita, kamu saja kali? Mmmm karena kebiasaan ini masih belum bisa ditinggalkan, minimal oleh sebagian besar kita. Jadinya lebih enak dibilang kebiasaan kita.

Apa sih? Sampah Mak!

Iya sudah beberapa kali nih sholat raya di perantauan dan saya kok merasa kebiasaan buang sampah sembarangan ini semakin ke sini semakin menyebalkan 😛 . Karena panitia PHBI (perayaan hari besar agama islam) tidak menyediakan alas buat sajadah jadi mau tidak mau bawa masing-masing. Ada yang bawa tikar, plastic biasa, terpal kecil, Koran, dan ya sudah pasrah tak pakai apa-apa. Terus ada masalah?

Masalahnya yang bawa kertas Koran, plastic sekali pakai, pokoknya yang sekali pakai, setelah sholat tidak dibawa lagi. Dibiarkan tergeletak begitu saja di lapangan. Sedihnya lapangan di sini dekat laut dan angina menggiringnya ke laut karena tidak ada panitia yang beberes setelah selesai.

Apa susahnya ya ambil Koran bekas sendiri dan membuangnya ke tong sampah yang sebenarnya tersebar di sepanjang jalan? Kan jadinya ironis dan terlihat lucu melihat tong-tong sampah yang menganga minta disuap padahal disekitanya bertebaran makanan lezat.

Sepertinya karena kebiasaan, biasa meninggalkan sampah, biasa membuang sampah sembarangan, biasa dengan lingkungan penuh sampah L . Karena kebiasaan ini akhirnya orang-orang merasa tidak bersalah karena hal ini sudah lumrah lagipula tidak ada yang negur. Merasa tidak ada yang salah. Merasa kamu kok sok pecinta lingkungan nyuruh-nyuruh kite buang sampah pada tempatnya.

Dimana yang peduli terhadap lingkungan dianggap aneh, mungkin kita belum siap dengan dunia yang semakin maju dan well educated. Boleh dikata pendidikan kita tinggi tapi kenyataannya kita belumlah terdidik dengan baik.

Jadi, di sekolah dulu dididik apa saja ya?

Kalau dulu saya di sekolah kampung (Sekolah Dasar) kebersihan, kerapihan, dan ketertiban itu nomor satu. Saking cintanya kebersihan pernah suatu waktu dalam masa SD, kita semua harus melepas sepatu ketika memasuki ruang kelas yang kinclong di pel sehari sebelumnya. Kaca mengkilat menyilaukan hati *uhuk*. Gorden juga wangi dan bersiiih. Soalan rapi, semua bangku berjejer rapi harus dalam garis lurus kalau perlu pakai penggaris hheee.

Oya satu lagi sampai pernah waktu di kelas 3 ibu wali kelas almarhumah rajin memeriksa kuku-kuku kami. Kalau terlihat panjang dan kotor diperintahkan untuk segera di potong. Begitu juga kalau ada baju yang kotor langsung diingatkan untuk di cuci.

Iya sih kita kadang nakal. Lupa potong kuku, baju seminggu yang itu-itu terus *bisa dibayangkan kummel dan baunya 😀 *. Tapi paling tidak hal-hal yang sepertinya kecil ini terbawa sampai kita segede gini. Saya suka risih dengan kuku yang panjang walaupun terlihat bersih walaupun kadang juga kecolongan lupa motongin kuku sendiri dan anak :D. Ya situ mau ngulek adonan kanji nancep semua tuh kuku cantik 😀

Atau soalan ketertiban, sebelum masuk kelas, padahal sudah SD loh waktu itu, kadang masih juga disuruh berbaris antri memasuki kelas. Misal pulang sekolah pun biasanya kita akan pulang teratur satu persatu berdasarkan kecepatan dan kebenaran dalam menjawab soalan matematika. Terlihat sepele tapi membuat saya malu dan gak enak hati kalau lagi antri dan bingung dengan antrian yang tidak jelas.

Tidak tahu ya sekarang bagaimana di sekolah.

Dulu di kampung ketika sholat raya begini seingat saya selalu bersih. Karena alas yang dibawa biasanya tikar. Tikar karpet gitu jadi ya harus di bawa pulang dong ya. Masak ditinggal kan mihil kalau beli lagi hhheee. Besok-besok mungkin panitia harus menyediakan alas kali ya , misal terpal atau dikasih pengumuman pakai alas tikar atau alas yang berupa kertas koran dan sejenisnya supaya diambil lagi.

dscn2905

10 Dzulhijah 1437H